Ada begitu banyak julukan yang diberikan oleh sepak bola kepada para pemainnya. Julukan tersebut umumnya mewakili apa yang ditampilkan oleh sang pemain ketika turun ke lapangan, kadang pula mewakili apa yang tampak dari fisik sang pemain. Yang jelas julukan itu diberikan, entah oleh para fans atau media atau bahkan rekan setim pemain terkait, untuk menghargai sang pemain. Salah satu ‘korban’ yang mendapat julukan itu ialah Johan Cruyff, dengan Phytagoras in Boots.
Julukan itu diberikan kepada sang legenda Belanda utamanya karena kecerdasan dalam mengolah bola. Dalam konteks Total Football, konsep ini semakin mudah dipahami karena Cruyff selalu menjadi inti dari kombinasi umpan segitiga yang mewarnai pola serangan Oranje di masanya. Ya, segitiga, sebuah bidang yang sangat erat kaitannya dengan Phytagoras – karena ia merumuskan suatu keterkaitan dalam geometri Euklides antara tiga sisi sebuah segitiga siku-siku, teorema Phytagoras.
Itu adalah perbandingan dan julukan yang diberikan di era klasik sepak bola. Di era sekarang, proses penciptaan julukan itu kembali menelan ‘korban’ dan perbandingan dengan ilmuwan kembali dilakukan. Kali ini julukan yang diberikan ialah Einstein Muda dan pemain beruntung yang mendapatkan julukan itu ialah Granit Xhaka, gelandang Borussia Monchengladbach yang belakangan ini jadi buah bibir di rumor transfer dengan melibatkan Liverpool, Arsenal, Atletico Madrid, hingga Internazionale.
Mungkin Anda membayangkan Xhaka sebagai gelandang yang bermain dengan super cerdas, akurat, penuh perhitungan, filosofis, inovatif – atau apa saja yang membuat Anda berpikir tentang Albert Einstein, penemu teori relativitas. Seandainya memang begitu, dengan sangat menyesal, perlu ditegaskan kalau bayangan tersebut sebenarnya salah. Permainan Xhaka sebenarnya tidak sesuai dengan sosok Einstein, atau apapun yang pernah ditemukan oleh sang ilmuwan.
Judi Bola - Granit Xhaka, Einstein Yang Suka Bertarung - Posted By :
Bola899
Bola899
No comments:
Post a Comment